Q. tanganq suka kringetan gt,,.tp ktka pas kdinginan kering banget,.aneh pokokx,.
apa benar jantung lemah???selain itu apa ya tanda2 terkena penyakit jantung lemah??mohon lebih banyak info..
trimakasih :)
apa benar jantung lemah???selain itu apa ya tanda2 terkena penyakit jantung lemah??mohon lebih banyak info..
trimakasih :)
A. Itu terjadi,karena ada kesalahan dalm jantung kita,
tangan berkeringat apakah termasuk ciri ciri jantung lemah?
Q. telapak tangan dan kaki saya sering berkeringat, kata teman2 itu tanda2 jantung lemah atau yg kadang disebut lemah jatung.. dan setahu saya org lemah jantung itu biasanya sering pingsan. tp seumur hidup saya hingga saat ini sy blm pernah pingsan, bahkan utk mnghadapi tantangan ekstrim pun tdk prnah pingsan.. apakah itu jantung lemah?
Terimakasiiiiiiiiiiih.. ^_^
Terimakasiiiiiiiiiiih.. ^_^
A. bisa iya dan bisa juga tidak
tangan sering berkeringat dan mudah pingsan apakah gejala jantung lemah?
Q. saya seorang mahasiswi (19th). tangan saya sering berkeringat padahal saya tidak sedang grogi,stress. dan sejak SD saya sering sekali pingsan, pusing,mual,gampang lelah (sesaat sebelum pingsan) padahal sedang santai. dada bagian kiri tepat dibagian jantung. saya juga kadang terasa nyeri seperti ada yang menekan tapi hanya berlangsung kurang lebih 5menit. apakah itu termasuk gejala jantung lemah?
A. untuk mendapatkan jawaban yg akurat mengenai kesehatan sebaiknya cek atau kontrol ke dokter. dari indikasi yg diberikan bisa konsumsi rutin prolisherb dan idealnya dengan madu. bila sdh tdk timbul keluhannya bisa dihentikan atau diminum dngan jumlah dosis yg berkurang utk menjaga kesehatan saja. perhatikan , pola makan dan pola hidup. ada terapisnya di Bend Hil, hubungin langsung terapisnya saja utk janji atau cari info 087788180893 Semoga cepat pulih seperti sedia kala.
Apa perbedaan sakit jantung dan jantung lemah?
Q. kata orang jantung saya lemah, apa sih perbedaannya dengan sakit jantung? terima kasih atas penjelasan teman semua.
A. Lemah jantung adalah keadaan bila jantung tidak dapt mengepam jumlah darah yang cukup ke anggota badan
--penyebab
Lemah jantung boleh terjadi akibat
Fungsi jantung rosak spt serangan jantung, darah tinggi
Lebih tekanan pada jantung spt valvular regurgitation
Sekatan aliran darah dari jantung spt aortic stenosis
Penyakit yang mengakibatkan pertambahan aliran darah spt anaemia
Kelemahan pengisian jantung spt pericarditis
Gangguan degupan jantung spt arrythmias
--tanda2
Keletihan
Mengah
Pembesaran hati dan jantung
Sembab
Perut membesar
Tidak boleh tidur menelentang
--pemeriksaan yag dilakukan
ECG ECHO CXR
Ujian fungsi hati (LFT)
Urea dan elektrolits
dan beberapa ujian lain
Rawatan umum
Mengurangkan aktiviti fizikal.
Amalan pemakanan baik spt kurang makan, kurang garam
Rawatan ubatan
Diuretics - Untuk keluarkan lebihan air badan
Vasodilator -
Inotropic -menguatkan degupan jantung
Pembedahan
Pemindahan jantung
Kualiti hidup bertambah
------------------------------------------------------------------------------------
Penyakit jantung adalah penyakit yang mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih tepatnya menyerang jantung dan urat-urat darah, beberapa contoh pentakit jantung seperti penyakit jantung koroner, serangan jantung, tekanan darah tinggi, stroke, sakit di dada (biasa disebut "angina") dan penyakit jantung rematik.
--penyebab
Lemah jantung boleh terjadi akibat
Fungsi jantung rosak spt serangan jantung, darah tinggi
Lebih tekanan pada jantung spt valvular regurgitation
Sekatan aliran darah dari jantung spt aortic stenosis
Penyakit yang mengakibatkan pertambahan aliran darah spt anaemia
Kelemahan pengisian jantung spt pericarditis
Gangguan degupan jantung spt arrythmias
--tanda2
Keletihan
Mengah
Pembesaran hati dan jantung
Sembab
Perut membesar
Tidak boleh tidur menelentang
--pemeriksaan yag dilakukan
ECG ECHO CXR
Ujian fungsi hati (LFT)
Urea dan elektrolits
dan beberapa ujian lain
Rawatan umum
Mengurangkan aktiviti fizikal.
Amalan pemakanan baik spt kurang makan, kurang garam
Rawatan ubatan
Diuretics - Untuk keluarkan lebihan air badan
Vasodilator -
Inotropic -menguatkan degupan jantung
Pembedahan
Pemindahan jantung
Kualiti hidup bertambah
------------------------------------------------------------------------------------
Penyakit jantung adalah penyakit yang mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih tepatnya menyerang jantung dan urat-urat darah, beberapa contoh pentakit jantung seperti penyakit jantung koroner, serangan jantung, tekanan darah tinggi, stroke, sakit di dada (biasa disebut "angina") dan penyakit jantung rematik.
penyakit lemah jantung...........
Q. saya punya keponakan berumur 8th dan dia menderita penyakit jantung lemah . bagaimana sih cara menjaga anak yg mengidap penyakit jantung lemah dengan sebaik2nya ?
tolonglah saya !!! trimakasih untuk smua teman2 atas jawabannya
tolonglah saya !!! trimakasih untuk smua teman2 atas jawabannya
A. OBATI SAKITNYA, KUATKAN MENTALNYA
Kepolosan dan ketiadaan beban tanggung jawab bukan jaminan bahwa anak sakit bebas dari depresi.
Sakit berat yang diderita anak bisa berkembang menjadi penyakit seluruh keluarga. Itu kalau yang menjadi fokus perhatian hanya penyakit si anak. Sebab nyatanya, banyak orangtua dengan anak yang sakit berat lupa untuk menguatkan mental buah hatinya. Padahal, kesehatan fisik sangat terkait dengan kesehatan mental. Begitu juga sebaliknya.
Alhasil, banyak anak menderita tekanan luar biasa. Data yang dikeluarkan RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dapat dijadikan contoh. Berdasarkan hasil penelitian terbaru (tahun 2006), dari 180 anak penderita lupus di sana, sekitar 40%-nya mengalami depresi. Lupus memang bukan cobaan yang ringan. Gangguan fisik, seperti tumbuhnya rambut yang tidak normal pada beberapa bagian wajah penderita, membuat mereka merasa malu.
Beda perlakuan, yang umumnya dialami anak-anak penderita diabetes, juga membuat mereka merasa dibatasi, lemah, tidak mampu berprestasi, hingga kecacatan yang harus ditanggungnya. Semua itu berpotensi membuat anak menanggung beban sosial yang tidak ringan. Beragam label, tatapan tidak menyenangkan, ejekan, dan cemoohan anak-anak di sekolahnya kadang harus diterima. Siapa yang tidak tertekan dengan kondisi tersebut?
Pengobatan panjang dalam waktu lama pun dapat menjadi sumber stres lainnya. Sebut saja anak penderita diabetes yang harus disuntik insulin sepanjang hidupnya atau anak dengan gangguan ginjal yang harus menjalani ritual cuci darah. Tentu saja, sikap tidak terima kedua orangtua terhadap kondisi anak akan sangat memperburuk keadaan.
Sikap ini biasanya terlihat dalam bentuk penolakan terang-terangan ataupun sikap overprotektif. Tak mau tahu penyakit atau gangguan yang dialami anak, tidak memberikan perhatian, mengasingkan anak dari sesama anggota keluarga ataupun dari pantauan publik, inilah contoh penolakan terang-terangan. Sebaliknya, mungkin saja orangtua memperlakukan anak penuh kasih sayang, bahkan cenderung memanjakan. Seolah-olah, orangtua menjadi pelayan penuh bagi buah hatinya yang sakit. Apa-apa yang diminta langsung dikabulkan. Sepintas, pemanjaan ini tampak seperti bentuk perhatian orangtua terhadap anaknya yang punya kelemahan, padahal sebetulnya orangtua justru tidak mau menerima kelemahan tersebut.
Tentu saja, sikap pihak medis pun ikut andil menentukan kondisi mental anak. Tidak sedikit dokter yang hanya menjatuhkan vonis penyakitnya, titik, tanpa menjelaskan apa yang dapat dilakukan oleh si anak dan orangtuanya agar kesehatan mental senantiasa terjaga.
TIDAK MANDIRI
"Jika orangtuanya sendiri tertekan dengan kondisi anak, nah apalagi si sakit," ungkap Dra. Farida Kurniawati, M.Sp.Ed., pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selain harus menderita karena sakitnya, anak juga stres karena orangtua tidak memberikan dukungan. Anak merasa diabaikan. Apalagi jika anak sudah memasuki usia sekolah dan tingkat nalarnya sudah lebih berkembang. Anak boleh jadi bertanya-tanya, kenapa dirinya dibeda-bedakan, kenapa saat berobat hanya ibu yang mengantar? Mengapa saat jalan-jalan ke mal, dirinya tidak diajak, dan lain-lain. Jika anak tahu bahwa orangtuanya sendiri tidak peduli, sudah tentu anak merasa diabaikan dan merasa tertekan. Stres yang berkepanjangan dapat membuatnya jatuh ke jurang depresi.
Akibatnya, anak mengalami gangguan emosional. Sosialisasinya terganggu karena anak merasa rendah diri. Prestasi akademiknya pun terancam turun jika anak terus berkubang dalam kesedihan mengenai kelemahannya.
Disamping itu, sikap terlalu melayani juga dapat merusak anak. Memang, anak memiliki kekurangan, tapi pelayanan berlebihan akan membuat anak tidak mandiri. Ketidakmandirian dapat membunuh rasa percaya dirinya. Anak merasa tidak mampu, karena orangtua atau pengasuh tidak pernah mengajarkan bagaimana menguasai sebuah keterampilan. Ke depannya, bukan tidak mungkin anak akan kelewat bergantung pada bantuan orang lain. Dampaknya, orangtua sendiri yang kerepotan, lelah, frustrasi, dan akhirnya depresi.
BERI DUKUNGAN
Agar tidak berkembang negatif, orangtua dianjurkan menguatkan mental anaknya yang memiliki kelemahan dengan cara:
1. Menerima kenyataan.
Anda pernah membaca buku "Aku Terlahir 500 gram dan Buta." karangan Miyuki Inoue? Isinya sangat inspiratif bukan? Utamanya bagi orangtua yang memiliki anak yang mengidap sakit berat atau kecacatan. Buku ini menceritakan perjuangan seorang ibu membesarkan anak yang saat lahir beratnya cuma setengah kilo (kepalanya sebesar telur dan jarinya sebesar korek api) dapat bertahan hidup bahkan sukses bersekolah dan menjadi pengarang muda. Di balik kekurangan, ada hikmah yang dapat diambil dari pola asuh ibu Miyuki. Dia mau menerima keadaan anaknya.
Memang, tidak mudah menerima vonis dokter yang menyatakan si kecil menderita penyakit berat seperti jantung, lupus, hemofilia, dan lain-lain. Perasaan cemas dan penolakan akan muncul. Tak jarang, orangtua harus bergonta-ganti dokter dengan harapan vonis dari dokter pertama keliru. Tidak sedikit juga pasangan yang saling menyalahkan. Penyakit itu datang bukan dari dia dan keluarganya. Kadang, ada juga perasaan bersalah yang timbul karena tidak melakukan pemeriksaan pranikah, memiliki gaya hidup tidak sehat saat hamil, dan lain-lain.
Semua itu tidak menyelesaikan masalah, bahkan menambah permasalahan. Anak semakin tertekan, rumah tangga berantakan. Padahal, kondisi itu justru harusnya menambah harmonis keluarga. Baik suami maupun istri harusnya saling mendukung dan melengkapi. Terima kenyataan anak apa adanya, tanpa mengungkit masa lalu atau hal yang tidak penting. Fokuslah pada pengobatan, perawatan, dan pendidikan anak.
2. Memberi dukungan.
Dukungan positif orangtua dapat memompa rasa percaya diri anak. Anak akan beranggapan, dalam kondisi apa pun, dirinya tetap dicintai dan disayang. Galilah apa kelebihan anak, tanpa menutupi kekurangannya. Penderita hemofili, misalnya, mungkin lemah dalam beberapa permainan fisik, tapi dia dapat menjadi perenang andal. Dukungan juga dapat berupa dukungan dana untuk berobat, mengantar anak ikut terapi/pengobatan, memberi perhatian, dan lain-lain.
3. Mencari tahu tentang penyakit anak.
Jangan acuh tak acuh terhadap penyakit anak, jika anak menderita penyakit berat, cari tahu selukâbeluk tentang penyakit itu. Apa diet yang harus dijalani, apa yang boleh dan tidak boleh, olahraga yang tepat, dan lain-lain. Cari tahu juga pengobatan terbaik untuk anak.
4. Membangun empati seluruh keluarga.
Di rumah, sudah menjadi tugas orangtua untuk mengajarkan empati kepada anggota keluarga lain. Kekurangan yang dimiliki anak tidak boleh dijadikan bahan olok-olok. Katakan, meski punya kekurangan, saudara yang sakit tetap harus dihargai. Itu juga sebaiknya dilakukan guru di sekolah. Teman yang memiliki penyakit berat haruslah dihargai, layaknya teman-teman lain.
5. Peka dan mau mendengarkan.
Peka terhadap semua kebutuhan dan mau mendengarkan keluhan anak. Coba beri penjelasan saat anak mengalami hal tidak menyenangkan, misal, anak disuntik insulin agar tubuhnya kembali segar, tidak lemas dan dapat segera bermain dengan teman-temannya. Pada beberapa kasus, pemberian rewards diperbolehkan seperti memberi permen sehabis penderita TBC mengonsumsi obat. Dengan catatan, rewards tidak menimbulkan kontraindikasi terhadap pengobatan.
6. Menggunakan kalimat yang tepat.
Anak sudah diberi penjelasan penyakitnya menular, namun mengatakan, "Jangan pakai gelas itu nanti Adek tertular" tidaklah bijak. Gunakan kalimat yang lebih halus seperti, "Sebaiknya pakai gelas masing-masing, Kakak memakai gelas bergambar beruang, Adek gelas bermotif bebek." Pembedaaan dengan cara ini tidak menyakitkan dan merendahkan anak.
7. Bermain dan berekreasi.
Sakit berat tidak membuat anak harus dikurung di rumah. Berikan kesempatan kepada anak untuk melakukan permainan atau berekreasi layaknya anak normal. Tentu dengan melihat kondisi dan berat ringannya penyakit anak. Hal yang sama berlaku buat makanan, biar anak mencicipi makanannya. Carilah variasi makanan yang aman, misal, anak tidak boleh makan sate maka orangtua dapat memilih makanan vegetarian yang bentuk dan rasanya persis sate.
8. Menghindari sikap overprotektif.
Biarkan kemampuan anak berkembang secara alamiah. Ingat, mereka juga memiliki kemampuan layaknya anak normal, bahkan lebih. Jangan beda-bedakan anak dengan anggota keluarga lainnya. Sikap itu justru akan menambah rasa percaya diri anak.
9. Meminta saran ahli.
Pada beberapa kasus, bantuan dan saran ahli sangat diperlukan. Jangan sungkan untuk meminta bantuan psikiater atau psikolog untuk menimba informasi kesehatan mental anak. Dengan demikian, orangtua tahu langkah terbaik untuk menjaga kesehatan mental anaknya.
Kepolosan dan ketiadaan beban tanggung jawab bukan jaminan bahwa anak sakit bebas dari depresi.
Sakit berat yang diderita anak bisa berkembang menjadi penyakit seluruh keluarga. Itu kalau yang menjadi fokus perhatian hanya penyakit si anak. Sebab nyatanya, banyak orangtua dengan anak yang sakit berat lupa untuk menguatkan mental buah hatinya. Padahal, kesehatan fisik sangat terkait dengan kesehatan mental. Begitu juga sebaliknya.
Alhasil, banyak anak menderita tekanan luar biasa. Data yang dikeluarkan RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dapat dijadikan contoh. Berdasarkan hasil penelitian terbaru (tahun 2006), dari 180 anak penderita lupus di sana, sekitar 40%-nya mengalami depresi. Lupus memang bukan cobaan yang ringan. Gangguan fisik, seperti tumbuhnya rambut yang tidak normal pada beberapa bagian wajah penderita, membuat mereka merasa malu.
Beda perlakuan, yang umumnya dialami anak-anak penderita diabetes, juga membuat mereka merasa dibatasi, lemah, tidak mampu berprestasi, hingga kecacatan yang harus ditanggungnya. Semua itu berpotensi membuat anak menanggung beban sosial yang tidak ringan. Beragam label, tatapan tidak menyenangkan, ejekan, dan cemoohan anak-anak di sekolahnya kadang harus diterima. Siapa yang tidak tertekan dengan kondisi tersebut?
Pengobatan panjang dalam waktu lama pun dapat menjadi sumber stres lainnya. Sebut saja anak penderita diabetes yang harus disuntik insulin sepanjang hidupnya atau anak dengan gangguan ginjal yang harus menjalani ritual cuci darah. Tentu saja, sikap tidak terima kedua orangtua terhadap kondisi anak akan sangat memperburuk keadaan.
Sikap ini biasanya terlihat dalam bentuk penolakan terang-terangan ataupun sikap overprotektif. Tak mau tahu penyakit atau gangguan yang dialami anak, tidak memberikan perhatian, mengasingkan anak dari sesama anggota keluarga ataupun dari pantauan publik, inilah contoh penolakan terang-terangan. Sebaliknya, mungkin saja orangtua memperlakukan anak penuh kasih sayang, bahkan cenderung memanjakan. Seolah-olah, orangtua menjadi pelayan penuh bagi buah hatinya yang sakit. Apa-apa yang diminta langsung dikabulkan. Sepintas, pemanjaan ini tampak seperti bentuk perhatian orangtua terhadap anaknya yang punya kelemahan, padahal sebetulnya orangtua justru tidak mau menerima kelemahan tersebut.
Tentu saja, sikap pihak medis pun ikut andil menentukan kondisi mental anak. Tidak sedikit dokter yang hanya menjatuhkan vonis penyakitnya, titik, tanpa menjelaskan apa yang dapat dilakukan oleh si anak dan orangtuanya agar kesehatan mental senantiasa terjaga.
TIDAK MANDIRI
"Jika orangtuanya sendiri tertekan dengan kondisi anak, nah apalagi si sakit," ungkap Dra. Farida Kurniawati, M.Sp.Ed., pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selain harus menderita karena sakitnya, anak juga stres karena orangtua tidak memberikan dukungan. Anak merasa diabaikan. Apalagi jika anak sudah memasuki usia sekolah dan tingkat nalarnya sudah lebih berkembang. Anak boleh jadi bertanya-tanya, kenapa dirinya dibeda-bedakan, kenapa saat berobat hanya ibu yang mengantar? Mengapa saat jalan-jalan ke mal, dirinya tidak diajak, dan lain-lain. Jika anak tahu bahwa orangtuanya sendiri tidak peduli, sudah tentu anak merasa diabaikan dan merasa tertekan. Stres yang berkepanjangan dapat membuatnya jatuh ke jurang depresi.
Akibatnya, anak mengalami gangguan emosional. Sosialisasinya terganggu karena anak merasa rendah diri. Prestasi akademiknya pun terancam turun jika anak terus berkubang dalam kesedihan mengenai kelemahannya.
Disamping itu, sikap terlalu melayani juga dapat merusak anak. Memang, anak memiliki kekurangan, tapi pelayanan berlebihan akan membuat anak tidak mandiri. Ketidakmandirian dapat membunuh rasa percaya dirinya. Anak merasa tidak mampu, karena orangtua atau pengasuh tidak pernah mengajarkan bagaimana menguasai sebuah keterampilan. Ke depannya, bukan tidak mungkin anak akan kelewat bergantung pada bantuan orang lain. Dampaknya, orangtua sendiri yang kerepotan, lelah, frustrasi, dan akhirnya depresi.
BERI DUKUNGAN
Agar tidak berkembang negatif, orangtua dianjurkan menguatkan mental anaknya yang memiliki kelemahan dengan cara:
1. Menerima kenyataan.
Anda pernah membaca buku "Aku Terlahir 500 gram dan Buta." karangan Miyuki Inoue? Isinya sangat inspiratif bukan? Utamanya bagi orangtua yang memiliki anak yang mengidap sakit berat atau kecacatan. Buku ini menceritakan perjuangan seorang ibu membesarkan anak yang saat lahir beratnya cuma setengah kilo (kepalanya sebesar telur dan jarinya sebesar korek api) dapat bertahan hidup bahkan sukses bersekolah dan menjadi pengarang muda. Di balik kekurangan, ada hikmah yang dapat diambil dari pola asuh ibu Miyuki. Dia mau menerima keadaan anaknya.
Memang, tidak mudah menerima vonis dokter yang menyatakan si kecil menderita penyakit berat seperti jantung, lupus, hemofilia, dan lain-lain. Perasaan cemas dan penolakan akan muncul. Tak jarang, orangtua harus bergonta-ganti dokter dengan harapan vonis dari dokter pertama keliru. Tidak sedikit juga pasangan yang saling menyalahkan. Penyakit itu datang bukan dari dia dan keluarganya. Kadang, ada juga perasaan bersalah yang timbul karena tidak melakukan pemeriksaan pranikah, memiliki gaya hidup tidak sehat saat hamil, dan lain-lain.
Semua itu tidak menyelesaikan masalah, bahkan menambah permasalahan. Anak semakin tertekan, rumah tangga berantakan. Padahal, kondisi itu justru harusnya menambah harmonis keluarga. Baik suami maupun istri harusnya saling mendukung dan melengkapi. Terima kenyataan anak apa adanya, tanpa mengungkit masa lalu atau hal yang tidak penting. Fokuslah pada pengobatan, perawatan, dan pendidikan anak.
2. Memberi dukungan.
Dukungan positif orangtua dapat memompa rasa percaya diri anak. Anak akan beranggapan, dalam kondisi apa pun, dirinya tetap dicintai dan disayang. Galilah apa kelebihan anak, tanpa menutupi kekurangannya. Penderita hemofili, misalnya, mungkin lemah dalam beberapa permainan fisik, tapi dia dapat menjadi perenang andal. Dukungan juga dapat berupa dukungan dana untuk berobat, mengantar anak ikut terapi/pengobatan, memberi perhatian, dan lain-lain.
3. Mencari tahu tentang penyakit anak.
Jangan acuh tak acuh terhadap penyakit anak, jika anak menderita penyakit berat, cari tahu selukâbeluk tentang penyakit itu. Apa diet yang harus dijalani, apa yang boleh dan tidak boleh, olahraga yang tepat, dan lain-lain. Cari tahu juga pengobatan terbaik untuk anak.
4. Membangun empati seluruh keluarga.
Di rumah, sudah menjadi tugas orangtua untuk mengajarkan empati kepada anggota keluarga lain. Kekurangan yang dimiliki anak tidak boleh dijadikan bahan olok-olok. Katakan, meski punya kekurangan, saudara yang sakit tetap harus dihargai. Itu juga sebaiknya dilakukan guru di sekolah. Teman yang memiliki penyakit berat haruslah dihargai, layaknya teman-teman lain.
5. Peka dan mau mendengarkan.
Peka terhadap semua kebutuhan dan mau mendengarkan keluhan anak. Coba beri penjelasan saat anak mengalami hal tidak menyenangkan, misal, anak disuntik insulin agar tubuhnya kembali segar, tidak lemas dan dapat segera bermain dengan teman-temannya. Pada beberapa kasus, pemberian rewards diperbolehkan seperti memberi permen sehabis penderita TBC mengonsumsi obat. Dengan catatan, rewards tidak menimbulkan kontraindikasi terhadap pengobatan.
6. Menggunakan kalimat yang tepat.
Anak sudah diberi penjelasan penyakitnya menular, namun mengatakan, "Jangan pakai gelas itu nanti Adek tertular" tidaklah bijak. Gunakan kalimat yang lebih halus seperti, "Sebaiknya pakai gelas masing-masing, Kakak memakai gelas bergambar beruang, Adek gelas bermotif bebek." Pembedaaan dengan cara ini tidak menyakitkan dan merendahkan anak.
7. Bermain dan berekreasi.
Sakit berat tidak membuat anak harus dikurung di rumah. Berikan kesempatan kepada anak untuk melakukan permainan atau berekreasi layaknya anak normal. Tentu dengan melihat kondisi dan berat ringannya penyakit anak. Hal yang sama berlaku buat makanan, biar anak mencicipi makanannya. Carilah variasi makanan yang aman, misal, anak tidak boleh makan sate maka orangtua dapat memilih makanan vegetarian yang bentuk dan rasanya persis sate.
8. Menghindari sikap overprotektif.
Biarkan kemampuan anak berkembang secara alamiah. Ingat, mereka juga memiliki kemampuan layaknya anak normal, bahkan lebih. Jangan beda-bedakan anak dengan anggota keluarga lainnya. Sikap itu justru akan menambah rasa percaya diri anak.
9. Meminta saran ahli.
Pada beberapa kasus, bantuan dan saran ahli sangat diperlukan. Jangan sungkan untuk meminta bantuan psikiater atau psikolog untuk menimba informasi kesehatan mental anak. Dengan demikian, orangtua tahu langkah terbaik untuk menjaga kesehatan mental anaknya.
Powered by Yahoo! Answers
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar